Kemajemukan dalam Islam
Kemajemukan dalam al-Qur'an
Al-Qur’an mengingatkan bahwa adanya perbedaan-perbedaan diantara
umat manusia agar manusia saling mengenal dan saling menghormati. (QS 49 : 13)
Dalam menyikapi perbedaan agama al-Qur’an dengan
jelas memberikan petunjuk agar manusia menganut prinsip bagimu agamamu dan
bagiju agamaku. (QS 109: 6) Dalam urusan
agama manusia tidak bisa dipaksa.( QS2: 256) Nabi Muhammad sendiri tidak
diperkenankan untuk memaksa orang lain menjadi mukmin.(QS10: 99) Al-Qur’an juga menginformasikan kepada umat
Islam tentang kemungkinan adanya
keselamatan yang bisa diperoleh lewat agama lain. Keselamatan mungkin bisa
diperoleh umat manusia yang memenuhi tiga kriteria; iman kepada Tuhan , iman
kepada hari kiamat atau hari pembalasan dan mengerjakan amalan-amalan yang baik
atau amal saleh. (QS 2:62) Oleh karena
itu al-Qur’an juga memberikan bimbingan agar perbedaan keyakinan dalam agama
sebaiknya diserahkan kepada Tuhan jangan dihakimi oleh manusia di dunia ini.
(QS 6:1 59).Biarkan mereka masing-masing
memiliki kebanggaan dengan golongannya sendiri. (QS30:32) Oleh karena itu
al-Qur’an mengajarkan agar kaum beriman
hendaknya tidak memberikan penghinaan atau stigma negative terhadap kelompok
lain.(QS49:1I).
Kemajemukan yang dipraktekkan Nabi
Muhammad dalam Piagam Madinah
Kemajemukan dalam kehidupan social dicontohkan
oleh Nabi Muhammad pada saat beliau dipercaya untuk memimpin masyarakat
Madinah. Masyarakat Madinah adalah masyarakat yang plural. Mereka terdiri atas
berbagai suku dan agama. Oleh karena itu kehidupan di Madinah dibangun atas
dasar consensus yang kemudian dituangkan dalam ‘konstitusi’ yang kemudian
dikenal dengan sebutan Piagam Madinah.
Dalam piagam Madinah ini disebutkan bahwa semua pemeluk Islam , meskipun
berasal dari banyak suku , tetapi merupakan satu komunitas. Hubungan antara
sesama anggota komunitas Islam dengan anggota komunitas-komunitas lain
didasarkan atas prinsip-prinsip: (a) bertetangga baik (b) saling membantu dalm
menghadapi musuh bersama (c) membela mereka yang teraniaya (d) saling
menasehati dan (e)menghormati kebebasan beragama. Satu hal yang patut dicatat
bahwa Piagam Madinah yang oleh banyak pakar politik didakwakan sebagai
konstitusi Negara Islam yang pertama itu tidak menyebut agama Negara. Piagam Madinah juga memberikan hak yang
setara terhadap warga Negara muslim dan non-Muslim, mereka sama-sama terikat
untuk mempertahankan dan membela Negara.
Kemajemukan dalam pemikiran Islam dan politik Islam
Kemajemukan dalam pemikiran Islam diwarnai dengan
banyaknya aliran teologi, aliran fiqih atau hukum Islam, aliran filsafat,
aliran mistik atau mistisisme dan juga aliran politik.Banyaknya aliran
pemikiran yang muncul dalam Islam , disamping karena Nabi mendorong umat Islam
untuk terus berijtihad untuk menangkap apa yang terkandung dalam pesan kitab
suci agar senantiasa relevan dengan perkembangan zaman , juga karena Nabi
sendiri memandang positip terhadap perebedaan pendapat. Perbedaan pendapat di
kalangan umatku akan membawa rahmat, kata Nabi.
Berkenaan dengan politik Islam, sungguhpun para
ulama umumnya sepakat bahwa umat Islam mesti terikat dengan norma-norma yang
terkandung dalam syari'at, tetapi sejak
awal para ulama tidak sepakat dalam mewajibkan pendirian negara atau
pemerintahan Islam. Perbedaan itu bertolak dari pertanyaan apakah dalam
melaksanakan norma-norma syari'at, umat Islam tergantung pada wujudnya Negara
atau pemerintahan Islam? Mereka yang yakin bahwa syari'at Islam tidak bisa
dijalankan tanpa adanya Negara akan berpendapat bahwa mendirikan Negara wajib. Mereka yang merasa bahwa syari'at Islam
bisa dilaksanakan tanpa adanya Negara, berpendapat bahwa mendirikan Negara
tidak wajib. Umat Islam bisa menjalankan syari'at agamanya di Negara mana saja,
selama Negara itu memberikan perlindungan bagi warganya untuk mengekspresikan
keyakinan agamanya. Sebagai norma agama yang dijalankan atas dasar keyakinan dan
kesadaran, syari'at Islam bisa jalan tanpa perlu adanya kekuatan luar atau
paksaan dari Negara.
0 comments:
Posting Komentar