Khilafah Islamiyah yang Akan Datang Di Akhir Zaman.
Pengertian
Khalifah dan Khilafah
Dari Wikipedia Khalifah (Arab:خليفة Khalīfah) adalah gelar yang
diberikan untuk pemimpin umat Islam setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW
(570–632). Khalifah juga sering disebut sebagai Amīr al-Mu'minīn (أمير المؤمنين) atau "pemimpin orang
yang beriman", atau "pemimpin orang-orangmukmin", yang
kadang-kadang disingkat menjadi "amir".
Setelah kepemimpinan Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar, Umar bin
Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib), kekhalifahan yang dipegang
berturut-turut oleh Bani Umayyah, Bani Abbasiyah, dan Kesultanan Utsmaniyah,
dan beberapa negara kecil dibawah kekhilafahan, berhasil meluaskan kekuasaannya
sampai ke Spanyol, Afrika Utara, dan Mesir.
Khalifah memimpin sebuah
Khilafah, yaitu sebuah sistem kepemimpinan umat, dengan menggunakan Islam
sebagai Ideologi serta undang-undangnya mengacu kepada Al-Quran, Hadist, Ijma
dan Qiyas.
Jabatan dan pemerintahan
kekhalifahan terakhir, yaitu kekhalifahan Utsmani berakhir dan dibubarkan
dengan pendirian Republik Turki pada tanggal 3 Maret 1924 ditandai dengan
pengambilalihan kekuasaan dan wilayah kekhalifahan oleh Majelis Besar Nasional
Turki, yang kemudian digantikan oleh Kepresidenan Masalah Keagamaan (The
Presidency of Religious Affairs) atau sering disebut sebagai Diyainah.
Pemilihan
Khalifah
Dalam sejarah umat Islam,
khususnya sejak masa Khulafaurrasyidin sepeninggalan sistem Nubuwah di bawah
kepemimpinan Nabi Muhammad Saw. sampai jatuhnya Khilafah Utsmaniyah di bawah
kepemimpinan Khalifah Abdul Hamid II yang berpusat di Istambul, Turkey tahun
1924, maka terdapat tiga sistem pemilihan Khalifah.
Pertama, dengan sistem
Wilayatul ‘Ahd (penunjukan Khalifah sebelumnya), seperti yang terjadi pada Umar
Ibnul Khattab yang ditunjuk oleh Abu Bakar.
Kedua, dengan sistem syura,
sebagaimana yang terjadi pada Khalifah Utsman dan Ali. Mereka dipilih dan
diangkat oleh Majlis Syura. Sedangkan anggota Majlis Syura itu haruslah
orang-orang yang shaleh, faqih, wara’ (menjaga diri dari syubhat) dan berbagai
sifat mulia lainnya. Oleh sebab itu, pemilihan Khalifah itu tidak dibenarkan
dengan cara demokrasi yang memberikan hak suara yang sama antara seorang ulama
dan orang jahil, yang shaleh dengan penjahat dan seterusnya. Baik sistem
pertama ataupun sistem kedua, persyaratan seorang Khalifah haruslah terpenuhi
seperti yang dijelaskan sebelumnya. Kemudian, setelah sang Khalifah terpilih,
maka umat wajib berbai’at kepadanya.
Ketiga, dengan sistem kudeta
(kekuatan) atau warisan, seperti yang terjadi pada sebagian Khalifah di zaman
Umawiyah dan Abbasiyah. Sistem ini jelas tidak sah karena bertentangan dengan
banyak dalil Syar’i dan praktek Khulafaurrasyidin.
Fungsi
dan Peran Khalifah
Penentuan fungsi dan peran
Khalifah saat menjadi lebih luas, tidak hanya terkait dengan seorang pemimpin
sebuah agama tapi juga khalifah dituntut mengepalai suatu pemerintahan (Islam).
Sesungguhnya tugas dan kewajiban khalifah itu sangat berat. Wilayah
kepemimpinannya bukan untuk sekelompok umat Islam tertentu, akan tetapi mecakup
seluruh umat Islam sedunia. Cakupan kepemimpinannya bukan hanya pada urusan
tertentu, seperti ibadah atau mu’amalah saja, akan tetapi mencakup penegakan
semua sistem agama atau syari’ah dan managemen urusan duniawi umat. Tanggung
jawabnya bukan hanya terhadap urusan dunia, akan tetpi mencakup urusan akhirat.
Tugasnya bukan sebatas menjaga keamanan dalam negeri, akan tetapi juga mencakup
hubungan luar negeri yang dapat melindungi umat Islam minoritas yang tinggal di
negeri-negeri kafir. Kewajibannya bukan hanya sebatas memakmurkan dan membangun
bumi negeri-negeri Islam, akan tetapi juga harus mampu meberikan rahmat bagi
negeri-negeri non Muslim (rahmatan lil ‘alamin).
Karena pendefinisian Khalifah
seperti di ataslah yang kemudian memicu upaya pembentukan negara agama untuk
sebuah pemerintahan, contoh NII, DI/TII, ISIS. Hal ini karena keadaan Umat
Islam sekarang tidak mempunyai seorang pemimpin yang dapat memberi petunjuk
kepada mereka. Padahal jumlah pemeluk agama Islam sangat banyak sekali dan
tersebar luas di deluruh dunia. Dan di dalam Islam juga tidak ada bendera
tertentu, dimana seluruh umat Islam dapat berkumpul dan bernaung di bawahnya.
Kita tidak punya khalifah, yang dapat diikuti/ ditaati. Dan kita di tinggal
bagaikan anak-anak yatim yang hina. Dan tidak punya seorang syeik Islam
(pemimpin Islam), yang suaranya dapat diikuti serta ,menjadi contoh dan tauladan
bagi umat manusia.
Terlebih dengan dijelaskan
pula, sesuai Syariat Islam, sangat penting dan harus ada Khilafah dalam Islam.
Sebagaimana Rasulullah saw bersabda:
“Seorang yang mati dan tidak baiat kepada saeorang Imam [yakni
Khalifah], maka matinya adalah mati jahiliyah”. (Muslim & Miskat hal.
320).
Siapa yang rela mati dalam
keadaan jahil?
Pengertian
Khalifah Menurut Alquran
Wujud khalifah diperlukan bila
tertib harus ditegakkan dan hukum harus dilaksanakan. Hal ini terungkap dari
ayat Alquran S Al Baqarah:30, yang artinya:
Dan
ketika Tuhan engkau berkata kepada para malaikat, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan
seorang khalifah di bumi;” berkata
mereka, “Apakah Engkau akan menjadikan di dalamnya orang yang akan membuat
kekacauan di dalamnya dan akan menumpahkan darah? Padahal kami bertasbih dengan pujian Engkau
dan kami mensucikan Engkau.” Berfirman
Dia, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
Dari catatan kaki The Holy
Quran untuk ayat ini disebutkan bahwa malaikat tidak mengemukakan keberatan
terhadap rencana Ilahi atau mengaku diri mereka lebih unggul dari Adam a.s.
Pertanyaan mereka didorong oleh pengumuman Tuhan mengenai rencana-Nya, untuk
mengangkat seorang khalifah. Bahkan terungkap bahwa wujud khalifah diperlukan bila tertib harus
ditegakkan dan hukum harus dilaksanakan.
Hal ini sangat jelas terungkap dari “argumentasi” Tuhan kepada malaikat-
yang hanya menyebut segi gelap tabiat manusia sebagai pembuat kekacauan dan
menumpahkan darah- yang mengetahui bahwa
manusia dapat mencapai tingkat akhlak yang demikian tingginya, sehingga ia
dapat menjadi cermin sifat-sifat Ilahi. Kata-kata, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui, menyebutkan segi terang
tabiat manusia.
Di tempat lain dalam Alquran,
Allah ta ala berjanji dalam S An Nur:56 - Allah
telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dari antara kamu dan berbuat
amal shaleh, bahwa Dia pasti akan menjadikan mereka itu khalifah di bumi,
sebagaimana Dia telah menjadikan khalifah orang-orang yang sebelum mereka ; dan
Dia akan meneguhkan bagi mereka agama mereka, yang telah Dia ridhai bagi mereka
; dan niscaya Dia akan menggantikan mereka sesudah ketakutan mereka dengan
keamanan. Mereka akan menyembah Aku, dan mereka tidak akan mempersekutukan
sesuatu dengan Aku. Dan barangsiapa ingkar sesudah itu, mereka itulah
orang-orang yang durhaka.
Bila menelaah ayat-ayat
sebelumnya (52-55) berulang-ulang diberi tekanan mengenai ketaatan kepada Allah
dan Rasul-Nya. Tekanan ini merupakan isyarat mengenai tingkat dan kedudukan seorang
khalifah dalam Islam. Ayat ini berisikan janji, bahwa orang-orang Muslim akan
dianugerahi pimpinan ruhani maupun duniawi.
Janji itu diberikan kepada
seluruh umat Islam, tetapi lembaga khilafat akan mendapat bentuk nyata dalam
wujud perorangan-perorangan tertentu, yang akan menjadi penerus Rasulullah saw.
serta wakil seluruh umat Islam. Janji mengenai ditegakkannya khlafat adalah
jelas dan tidak dapat menimbulkan salah paham. Sebab kini Rasulullah saw
satu-satunya hadi (petunjuk jalan) umat manusia untuk selama-lamanya, khilafat
beliau akan terus berwujud dalam salah satu bentuk di dunia ini sampai Hari
Kiamat, karena semua khilafat yang lain telah tiada lagi. Inilah di antara yang
lainnya banyak keunggulan, merupakan
kelebihan Rasulullah saw yang menonjol di atas semua nabi dan rasul Tuhan
lainnya. Zaman kita ini telah menyaksikan khalifah ruhani beliau yang terbesar
dalam wujud Pendiri Jemaat Ahmadiyah.
Kekhalifahan
yang Ada Saat Ini
Nubuwwatan atau kabar gaib
tentang khilafah dapat kita temukan dalam hadits Rasulullah saw yang memberikan
gambaran bahwa khilafah setelah beliau akan terbagi dalam empat fase, sekaligus
mengambarkan peri keadaan Islam:
“Hudzaifah ra meriwayatkan
bahwa Rasulullah saw bersabda:’Akan terjadi nubuwat sampai masa yang disukai
Allah… Kemudian akan ada khilafat dalam nubuwwat sampai masa yang disukai
Allah.. Kemudian akan berdiri kerajaan sampai waktu yang dikehendaki
Allah..Kemudian akan ada khilafat dalam nubuwwah’. Kemudian beliau saw berdiam
diri” (Musnad Ahmad Baihaqi, Misykat hal. 461).
Dari keterangan hadits tersebut
terlihat bahwa khilafah ala min hajjin nubuwwah akan terjadi dua kali. Kalau
yang pertama terjadi pada fase khulafaurrasyiddin, maka periode kedua mestinya
hanya ditemukan dalam silsilah Jemaat Ahmadiyah. Ialah Khalifatul Masih yang
melanjutkan nizam khilafat setelah wafatnya Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as.
Nizam Khilafat Ahmadiyah berlangsung sejak tanggal 27 Mei 1908, ialah sejak
terpilihnya Al Hajj Hadhrat Hakim Nuruddin ra sebagai Khalifatul masih awwal, sesaat
setelah wafatnya Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as.
Secara berturut-turut
kekhalifahan Ahmadiyah adalah:
Al Hajj Hadhrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad ra,
sebagai Khalifatul Masih Tsani,
Hadhrat Mirza Nasir Ahmad ra, sebagai Khalifatul
Masih Tsalis,
Hadhrat Mirza Tahir Ahmad ra, sebagai Khalifatul
Masih Ar Rabi dan,
Hadhrat Mirza Masroor Ahmad atba, sebagai
Khalifatul Masih Al Khamis sampai sekarang.
Kesimpulan
Kekhalifahan peninggalan
Rasulullah saw (Khulafaur Rashidah dan khalifah-khalifah yang mengikutinya),
telah berakhir pada tahun 1924. Sementara itu jaminan Allah ta ala dalam
Alquran bahwa di antara orang-orang mukmin dan beramal shaleh pasti akan
dipilih seorang khalifah sebagaimana orang-orang sebelumnya. Maka kekhalifahan yang ada saat ini (Khalifatul
Masih) tentunya merupakan perwujudan dari janji
Allah ta ala dalam Alquran dan akan berlangsung sampai Hari Kiamat.
Jakarta, 27 Mei 2015
Oleh: Yadi Supriadi Wendy*)
Sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Khalifah,
disunting pada tanggal 25 Mei 2015
http://watirachma.blogspot.com/2012/03/pengertian-khilafah-dan-khalifah.html,
disunting pada tanggal 25 Mei 2015
The Holy Quran with
Translation & Commentary in Indonesia.
*) Penulis dilahirkan tepat setengah abad sejak
kekhalifahan Ahmadiyah terbentuk
0 comments:
Posting Komentar