Selasa, Mei 17, 2016
0 comments

Al-Quran adalah Petunjuk Bagi orang-orang yang Beriman

Selasa, Mei 17, 2016
Al-Quran adalah Petunjuk Bagi orang-orang yang Beriman.

Sedangkan mengenai perkara-perkara yang tidak kita temukan resolusi
(penjelasan penyelesaian)nya di dalam Al-Qur'an dan Hadits, kita harus
memakai referensi Sunnah (amal perbuatan tetap) dan keputusan para
Ulama Salaf (terdahulu, masa awal Islam).

Hadhrat Masih Mau'ud as pernah ditanya mengenai hal ini, "Bagaimana
seharusnya kami menyelesaikan persoalan-persoalan kami dan dari mana
kami mengambil pegangan dan petunjuk?"

Beliau as menjawab, "Manhaj (pedoman, jalan) saya ialah yang utama dan
pertama-tama dilakukan adalah mengikuti petunjuk Al Quran. Dan jika
petunjuk mengenai perkara tertentu tidak dapat ditemukan di dalam Al
Quran, maka kita harus melihat ke Hadis. Dan jika perkara tersebut
juga tidak ditemukan di sana, maka keputusan yang diambil untuk
perkara tersebut harus didasarkan pada kesimpulan dan keputusan dari
para ulama terdahulu. Harus juga jelas bahwa Hadhrat Masih Mau'd as
telah mengatakan Sunnah derajatnya lebih diutamakan dibanding Hadis.
Perkara-perkara yang terbukti dari Sunnah itu harus diamalkan, dan
setelahnya Hadits. Sunnah adalah amalan-amalan yang dilakukan oleh
Nabi Muhammad saw yang mana para Sahabat beliau belajar dari beliau,
dan pada gilirannya dipelajari oleh para Tabi'un (Kaum Muslim yang
lahir setelah Rasulullah saw wafat namun sezaman dengan para Sahabat
dan kemudian oleh para Tabi'ut Tabi'un [generasi Muslim yang datang
setelah para Tabi'un]. Dan, setelahnya, umat beramal atasnya."

Pendeknya, Hadhrat Mushlih Mau'ud ra mengarahkan perhatian kita agar
kita harus sadar dan berhati-hati untuk hanya mengamalkan apa yang
diperbolehkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya saw. Patut diperhatikan
bahwa terkadang ada orang-orang yang begitu terobsesi (tampak terbawa
perasaan secara berlebihan) dengan kesalehan sehingga mereka mendorong
diri mereka sendiri keluar batas, membawa diri mereka kedalam musibah
dan menganiaya diri sendiri. Sedangkan ada orang-orang, bahkan
mayoritas orang-orang, memandang sepintas lalu perintah-perintah Allah
SWT dan Rasul-Nya saw dan hanya melaksanakan dengan sekedarnya saja,
bukan yang semestinya. Sikap dari kedua jenis orang orang tersebut
adalah dua kutub yang ekstrim. Mereka telah keluar dari hukum Allah
Ta'ala dan rasul-Nya.

Ada sebuah contoh tentang orang yang terbawa semangat dan perasaan
berlebihan untuk kebaikan. Hudhur II ra mengemukakan contoh dimana ada
seorang wanita yang ingin melakukan sesuatu hal atas nama
kesalehan/kebaikan dengan cara yang sebenarnya tidak sah dan tidak
diperbolehkan, sebenarnya itu bukan kebaikan karena Allah SWT dan
Rasul-Nya saw tidak mengizinkannya. Di dalam kisah ini ada pelajaran
bagi mereka yang terlalu mementingkan mimpi-mimpi mereka namun tidak
memiliki keadaan agung keruhanian yang mana setiap mimpi mereka dapat
menjadi nyata atau dapat menandakan sesuatu.

Hadhrat Mushlih Mau'ud as berkata, "Ada seorang wanita yang mempunyai
masalah dalam kesehatan mental dan pemikiran mengunjungi rumah saya
dan mengatakan, 'Saya telah melihat Hadhrat Masih Mau'd as dalam mimpi
saya yang mengatakan kepada saya, "Jika engkau berpuasa selama 6 bulan
terus menerus, maka Khalifatul Masih akan dapat sehat kembali."' (saat
itu Hadhrat Mushlih Mau'ud ra sedang sakit) Wanita itu berkata,
'Setiap ulama yang saya temui untuk berkonsultasi semuanya mengatakan
amalan demikian tidaklah benar/dilarang. Mian Bashir Ahmad Sahib telah
menasihati saya untuk berpuasa tiap hari Senin dan hari Kamis. Saya
telah bermimpi lagi dan dalam mimpi tersebut Hadhrat Masih Mau'ud as
bertanya kepada saya kenapa saya belum memulai untuk berpuasa secara
terus menerus selama 6 bulan!'"

Hadhrat Mushlih Mau'ud ra bersabda, "Mustahil mimpi engkau
bertentangan dengan ilham-ilham Hadhrat Masih Mau'ud as. Beliau as
sendiri mengatakan, 'Jika ada ilham Ilahi yang kuterima berlawanan
dengan Al Quran dan Sunnah, maka saya akan menyingkirkannya sama
sekali bak membuang dahak dari tenggorokanku.' Jika Hadhrat Masih
Mau'ud as sendiri menjadikan wahyu beliau selaras dengan Al-Qur'an dan
Sunnah sampai berkata demikian, maka kita pun harus menjadikan mimpi
kita sesuai dengan perintah-perintah beliau as. Ketika sudah jelas
dari ajaran Rasulullah saw bahwa berpuasa terus-menerus dalam periode
lama tidaklah diperbolehkan, karena itu anggaplah mimpi engkau yang
menyimpang dengan hukum tersebut sebagai berasal dari setan. Jika
mimpi engkau dari Tuhan, tentu itu akan membenarkan/sesuai dengan
sabda Nabi saw bukan bertentangan dengannya. Jadi, mimpi apapun yang
bertentangan dengan Al Quran dan Sunnah bukanlah mimpi yang benar. Ia
mardud/tertolak. Sebab, suatu hal yang mustahil bahwa mimpi yang
bertentangan dengan Al-Qur'an dan Sunnah sebagai benar. Dan, juga
tidak mungkin mimpi yang bertentangan dengan Hadits Shahih sebagai
benar.

Dasar memutuskan sesuatu dengan rujukan mimpi seseorang –meski isi
mimpi itu baik sekalipun- dan menempatkan diri sendiri melalui
kesulitan dan persoalan yang tidak perlu adalah salah dan tidak
bertakwa bahkan bias menjadi dosa. Tentu saja orang orang yang dikirim
oleh Tuhan (utusan Allah) bukanlah seperti orang-orang biasa dan
perlakuan Tuhan kepada mereka berbeda. Haruslah jelas bagi siapapun
yang mempunyai pemikiran dalam hal ini bahwa Hadhrat Masih Mau'ud as
juga berpuasa selama 6 bulan karena Allah SWT akan melimpahkan
kenabian bagi beliau. Hadhrat Masih Mau'ud as menjelaskan bahwa beliau
tidak berpuasa terus-menerus atas kemauan beliau sendiri. Hal kedua,
beliau melakukan hal demikian setelah menerima Wahyu Ilahi dan disuruh
untuk berpuasa seperti yang beliau lakukan. Beliau berkata, "Saya
suatu kali bermimpi melihat seseorang dari kalangan Wali Allah,
penampakannya sangat elok, dia berkata, 'Merupakan sunnah Ahli Bait
Nubuwwah untuk berpuasa beberapa hari guna meraih cahaya-cahaya
samawi." Dia menunjuk pada sunnah Ahli Bait yang ini. Saya mengalami
pengalaman ruhani yang menakjubkan selama masa berpuasa tersebut
berupa kasyaf-kasyaf halus yang dibukakan kepada saya. Ringkasnya,
keajaiban-keajaiban yang ditampakkan oleh saya pada periode puasa
tersebut, berup kasyaf-kasyaf yang berkali lipat banyaknya. Namun,
saya tidak akan merekomendasikan siapapun untuk mengikutinya. Saya
melakukannya juga bukan atas dasar kehendak sendiri. Ketahuilah! Saya
menanggung kesusahan jasadi ini hingga masa 8 atau 9 bulan – sampai
lapar dan haus menyiksa- setelah disuruh oleh Allah melalui kasyaf
yang jelas, dan tidak ku ulangi lagi hal itu kecuali sedikit dari
itu."

Beberapa orang mengkritisi/menuduh Hadhrat Masih Mau'ud as bahwa
dengan membuat Jemaat yang terpisah, maka beliau menciptakan
aliran/firkah yang ke-73 dan menimbulkan friksi, bukannya mengurangi
perpecahan. Permasalahan atau perkataan demikian telah biasa terjadi
pada saat-saat kedatangan para Nabi/Rasul Allah. Demikianlah tuduhan
terhadap setiap Nabi di zaman dulu oleh para penentangnya. Kaum Mekah
dulunya menuduh bahwa Rasulullah SAW telah mengoyak hubungan keluarga
dan persaudaraan walaupun ada begitu banyak kekacauan (pertengkaran
dan permusuhan) yang sebenarnya telah terjadi di kalangan umat beliau
pada saat kedatangan beliau. Kerusakan pun telah tersebar di kalangan
mereka pada masa sebelumnya [sebelum kedatangan seorang Nabi]. Situasi
kaum Muslim pun sama saat ini ketika kerusakan sebelumnya telah ada
pada mereka. Allah mengirimkan Nabi-Nabi dan Rasul-Rasul-Nya untuk
menghapus kekacauan dan fitnah, supaya orang-orang bersatu pada satu
tangan dan orang-orang yang menerima Nabi-Nabi dan Rasul-Rasul ini
akan berada dalam kedamaian, menjalin persatuan dan menjauhkan mereka
dari fitnah dan kekacauan. Sedangkan orang-orang selainnya
terwarnai/tenggelam dalam fasaad dan fitnah. Selama mereka menentang
dan memusuhi kita, mereka akan terpecah-belah, hati mereka tidak
menyatu, mereka tidak akan dapat bersatu, selamanya aka nada kebencian
diantara mereka. Selama mereka tidak mengimani Imam Mahdi, demikianlah
keadaan mereka. Sama saja, apakah itu mereka yang menentang kita itu
Muslim ataukah tidak. Tak perduli seberapa bersatunya musuh musuh kita
[diantara kaum Muslim], tidak ada kasih sayang dan kecintaan diantara
mereka. Dan selama mereka tidak menerima Imam Zaman, situasi ini akan
berlangsung terus apakah mereka memanggil kita non-Muslim atau tidak.
Berdasarkan definisi yang diberikan Allah Ta'ala dan juga Rasulullah
saw, kita adalah Muslim yang sesungguhnya, dan tidak ada yang dapat
merenggut hal ini dari kita.

Hadhrat Mushlih Mau'ud as mengatakan bahwa seseorang mengatakan kepada
beliau suatu peristiwa ada seseorang dari aliran Ahl e Hadith
menunaikan sholat dengan orang-orang dari aliran Hanafi di masjid
mereka/masjid Hanafi. Ketika orang dari Madzhab Ahli Hadits tersebut
mengangkat jarinya ketika tasyahud, orang-orang dari aliran Hanafi
tersebut membatalkan sholat mereka dan mendatanginya beramai-ramai dan
mulai untuk menyiksanya secara lisan. Mereka bahkan tidak
mempertimbangkan bahwa mereka sebenarnya tengah melaksanakan sholat.
Mereka membatalkan shalat untuk menyakiti orang Ahli Hadits tersebut.

Demikianlah, kekacauan yang demikian ada ketika Hadhrat Masih Mau'ud
as datang. Yang dilakukan beliau adalah melakukan ishlaah (pembaruan,
perbaikan) terhadap kekacauan tersebut. Siapa yang menciptakan
kekacauan? Seseorang yang melukai seseorang atau seorang dokter yang
yang merawat orang yang terluka tersebut – meskipun perawatan dari
dokter tersebut menyebabkan rasa sakit. Siapa yang dapat mengatakan
bahwa seorang dokter itu kejam jika ia meresepkan pil kina kepada
seseorang yang menderita demam (malaria).

Seseorang bertanya kepada Hadhrat Masih Mau'ud as tentang menciptakan
kekacauan dan perpecahan, bahwa dengan diutusnya beliau, telah
bertambah lagi firqah/kelompok dan kerusakan bertambah; beliau
menjawab: "Jika kita ingin melindungi susu segar dari menjadi
mengental/membeku/menjadi dadih, maka kita harus menjauhkannya dari
yoghurt (susu yang diasamkan). Karena sekali susu tersebut terkena
yoghurt, maka susu tersebut akan mengental. Inilah mengapa sangat
penting agar Jemaat yang telah dikirimkan oleh Allah SWT terpisah dari
kaum lain yang telah sesat jalannya. Orang-orang sehat dapat tertular
penyakit dari orang yang sakit jika mereka tidak berhati-hati.
Merupakan jalan dan cara Tuhan bahwa Jemaat yang dikirim oleh-Nya
tetap terpisah dari mereka yang sakit secara ruhani. Inilah mengapa
perintahnya adalah agar terdapat pengaturan yang terpisah untuk
pemakaman, pernikahan, shalat, dll.

Hadhrat Masih Mau'ud (as) tengah memberikan nasikat kepada para wanita
pada waktu itu, jadi beliau mengatakan bahwa nasihat beliau kepada
para wanita yang biasanya kritis adalah seperti layaknya hidup
seseorang yang sehat dapat berada dalam bahaya ketika sudah
berinteraksi dengan orang yang mempunyai sebuah penyakit, maka harus
diingat bahwa kondisi yang demikian terjadi saat sebuah hubungan
ditempakan dengan non-Ahmadi.

Seringkali para wanita berkata bahwa seseorang tidak dapat
meninggalkan saudara lelaki atau saudara perempuannya berkaitan dengan
hal ini. Hadhrat Mushlih Mau'ud ra mengatakan bahwa dalam peristiwa
seperti musibah seperti gempa bumi atau kebakaran, seorang saudara
perempuan akan menyelamatkan dirinya tanpa memedulikan saudara
laki-lakinya. Jadi kenapa tidak berpendirian sama dalam hal
iman/agama? Ini karena kurangnya wawasan dan pemahaman yang mendalam
dalam iman. Karenanya seseorang diliputi dan dihanyutkan oleh perasaan
nyaman.

Jika malaikat maut mengunjungi seorang wanita dan berkata, "Saya
datang diperintahkan untuk mengambil nyawa saudara laki-laki engkau
atau anggota keluarga engkau yang lain namun saya akan mengambil nyawa
engkau", maka wanita mana pun tidak ada yang akan menerima hal
tersebut. Allah berfirman: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا
أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا "Hai orang orang yang beriman,
selamatkanlah dirimu dan keluargamu dari api neraka.." (66:1). Jika
seorang pengikut Hadhrat Masih Mau'ud as akan menikahi seorang
non-Ahmadi, maka wanita tersebut akan menjauh dari Jemaat atau akan
wafat dalam penderitaan karena ia akan terpisah dari keluarganya.
Atau, ia mendapatkan perlakuan kekerasan setelah mengikuti suaminya.
Keluarga suaminya, karena kefanatikan mereka, akan memperlakukannya
dengan sikap tak baik. Inilah yang terjadi pada saat sekarang yang
dialami wanita Ahmadi yang menikah dengan non Ahmadi. Inilah makna
lain dari naar (api neraka).

Dapatkah seorang wanita melemparkan anak perempuannya sendiri ke dalam
api dengan kedua tangannya sendiri? Namun, ada juga orangtua yang
melemparkan anak gadisnya ke dalam api (pernikahan dengan non Ahmadi)
hanya demi hubungan-hubungan yang biasa saja. Jauhilah hal ini. Kita
dituduh menciptakan perpecahan dan membuat kelompok baru karena amal
perbuatan dimana para Ahmadi tidak menikahi non-Ahmadi. Ini bukanlah
menciptakan kekacauan, namun hal itu adalah bentuk perlindungan diri
dan mengutamakan iman di atas perkara-perkara duniawi. Tidak ada yang
dapat memahaminya kecuali yang paham perihal ruh mengutamakan agama
diatas duniawi. Hal pokok ini juga tepat bagi para pemuda Ahmadi yang
membuat-buat alas an guna menikahi wanita non Ahmadi, bukannya
menikahi wanita Ahmadi.

Para pemuda juga harus mengerti bahwa jika mereka memanggil diri
mereka/mengaku diri Ahmadi dan menggolongkan diri mereka sebagai
benar-benar Ahmadi, maka mereka harus tidak mengejar keinginan mereka
sendiri dan sebaliknya harus menikahi wanita-wanita Ahmadi dan
memberikan perhatian utama kepada iman bukan perkara-perkara duniawi.
Mereka harus memikirkan generasi keturunan selanjutnya. Generasi
selanjutnya tidak hanya rusak oleh para gadis yang menikah dengan
pihak luar Jemaat, namun juga terjadi ketika para pemuda Ahmadi
menikah dengan mereka yang di luar Jemaat.

Setiap Ahmadi harus memahami bahwa seseorang tidak menjadi Ahmadi
hanya karena tekanan sosial atau karena hubungan. Seseorang harus
menjadi Ahmadi memang karena kesadaran iman. Jika para pemuda Ahmadi
tetap menikahi gadis-gadis di luar Ahmadi, bagaimana dengan para
gadis-gadis Ahmadi? Para pemuda/laki-laki Ahmadi harus merenungkan hal
ini. Jika perhatian tidak diberikan untuk hal ini, diketahui bahwa hal
ini tampak bertambah pada hari-hari ini, jika hal itu (pernikahan
dengan non Ahmadi) bertambah di masa mendatang maka Ahmadiyah bisa
tidak ada lagi di dalam keluarga-keluarga tersebut, kecuali karena
rahmat Allah secara khas.

Saya kerap kali mengatakan kepada para pemuda yang berniat menikah
dengan luar Jemaat bahwa jika mereka telah menikah di luar Jemaat
secara terpaksa karena beberapa alasan tertentu, maka mereka harus
menunaikan kewajiban-kewajiban terhadap para wanita Ahmadi, dalam arti
berusaha agar membuat seorang pemuda [non Ahmadi] menjadi seorang
Ahmadi, menjadikan si pemuda tersebut sebagai Ahmadi yang tulus
ikhlas, dan kemudian mengatur pernikahan pemuda tersebut dengan
seorang gadis Ahmadi. Hal ini akan memberikan mereka kesempatan untuk
bertabligh dan juga menarik perhatian mereka akan pentingnya menikah
dengan gadis-gadis/wanita Ahmadi.

Persoalan dalam pernikahan para gadis Ahmadi bukan hanya pada masa
kini, sejak awal Jemaat pun sudah ada. Hadhrat Mushlih Mau'ud ra pada
awal ke-khilafat-an beliau tahun 1914 bersabda, "Saya hendak
menyampaikan pada hari ini tentang masalah penting yaitu berkaitan
dengan pernikahan yang terjadi antara para Ahmadi dan non-Ahmadi.
Dalam soal ini, permasalahan yang harus kita perhatikan secara khas
ialah tentang الكفاءة  'al-kafaa-ah' (keseimbangan) antara pasangan
suami-istri. Berbagai permasalahan dan kesulitan yang para anggota
Jemaat hadapi seputar pernikahan telah saya ketahui sebelumnya, namun
[setelah Khilafat] saya menjadi lebih mengerti dan paham dari
surat-surat yang dikirimkan kepada saya dalam 9 bulan ini betapa
banyak kesulitan dan masalah yang dialami oleh orang orang tersebut.
(pengertian 9 bulan ialah sejak awal Khilafat hingga di Jalsah itu
waktu pidato beliau tersebut)

Hadhrat Masih Mau'ud as telah merekomendasikan untuk membuat daftar
nama para pemuda dan pemudi Ahmadi yang sudah mempunyai usia cukup
untuk menikah. Rekomendasi itu atas usulan dari seseorang yang
mengatakan, "Hudhur, kita menghadapi kesulitan yang begitu besar dalam
pernikahan anggota kita. Sementara Hudhur menasihatkan supaya tidak
membuat hubungan (pernikahan) dengan luar Jemaat. Orang orang Jemaat
begitu banyak, beraneka ragam dan tersebar di berbagai tempat,
sehingga apa yang harus kita lakukan?! Karena itulah saya menyarankan
pembuatan daftar nama yang terdiri dari nama-nama para muda Ahmadi
yang laki-laki maupun perempuan yang belum menikah agar dapat
mempermudah pernikahan mereka. Daftar nama itu dapat dijadikan acuan
setiap kali Hudhur dimintai nasihat tentang usulan
pernikahan/perjodohan. Tidak ada seorang pun di dalam Jemaat yang
tidak menuruti nasihat dan saran Hudhur perihal calon perjodohan."
Terdapat sebagian orang yang mengajukan suatu usulan yang dalam
pengajuannya itu terdapat tujuan pribadi dan akibatnya ia menghadapi
beragam ujian pada akhirnya.

Hadhrat Mushlih Mau'ud ra mengatakan bahwa beberapa orang membuat
saran-saran berdasarkan kepentingan pribadi mereka, dan selalu
berakhir dalam masalah gara-gara hal ini. Ternyata niat dari orang
yang mengajukan saran-saran atau usulan-usulan ini juga tidak bagus.
Pada waktu yang kira-kira bersamaan, seorang Ahmadi yang sangat
tulus-ikhlas mendekati Hadhrat Masih Mau'ud as untuk meminta
nasihat/usulan tentang pernikahan/perjodohan, dan Hadhrat Masih Mau'ud
as merujuknya kepada orang yang telah menyarankan untuk membuat daftar
nama tersebut bahwa ia punya anak perempuan.

Namun, orang yang mempunyai anak perempuan dan telah mengusulkan soal
daftar nama tersebut membuat-buat alasan yang sangat tidak masuk akal
dan bahkan menikahkan anak perempuannya kepada seorang non-Ahmadi.
Ketika Hadhrat Masih Mau'ud as mengetahui hal ini, beliau berkata
bahwa beliau tidak akan terlibat/mencampuri dalam usulan-usulan
pernikahan lagi. Jika kejadian ini tidak terjadi, Jemaat tidak akan
mengalami persoalan berkaitan hal ini. Satu penolakan terhadap apa
yang dikatakan oleh seorang Nabi Allah dapat menjadi sumber ujian dan
cobaan yang terus-menerus bagi sebuah kaum.

Sebagian besar orang Jemaat yang menikahkan anak-anak perempuannya
dengan luar Ahmadiyah segera menyadari kesalahan mereka setelah
beberapa waktu kemudian tahu beberapa akibatnya. Orang-orang tersebut
(baik perempuan yang menikah dengan ghair atau ayahnya) masih menulis
surat kepada saya yang mengakui bahwa mereka menderita karena
keputusan-keputusan yang mereka ambil. Contohnya mereka mengatakan,
"Putri kami telah menjauh dari agama." Atau "Putri kami telah dilarang
oleh suami mereka atau mertua mereka untuk bertemu dengan keluarga
mereka sendiri."

Ada juga orang tua – orang tua yang dikarenakan tendensi-tendensi
egoistis (kecenderungan-kecenderungan keangkuhan, sombong) tidak
menyetujui usulan pernikahan yang bagus antar sesama Ahmadi diantara
keluarganya, meskipun sang pemuda Ahmadi dan pemudi Ahmadinya sudah
saling merasa sesuai/suka. Ada kalanya orang-orang tidak menerima
saran-saran saya untuk calon-calon mempelai. Jika ada orang-orang yang
tidak menerima saran-saran Hadhrat Masih Mau'ud as (faktanya memang
ada pad.

0 comments:

Posting Komentar

 
Toggle Footer
Top