Keutamaan Shalat Jumat untuk Umat Islam. Safar dan shalat Jum'at
Hz. Khalifatul Masih kedua bersabda :
"diantara teman-teman ada perbedaan bahwa ada fatwa Hz. Masih Mau'ud as. bahwa jika shalat-shalat dijamak maka shalat sunah awal, akhir, dan pertengahan dibebaskan. Tidak diragukan lagi bahwa ketika shalat Dzuhur atau Ashar dijamak, maka shalat sunah pertengahan dimaafkan. Atau jika shalat Maghrib dan Isya' dijamak maka shalat sunah pertengahan dan akhir dimaafkan. Tapi yang dipertentangkan adalah, seorang teman menjelaskan bahwa dalam suatu perjalanan dia beserta dengan saya. Saya mengimami dan menjamak shalat Jum'at dan Ashar, dan saya mengerjakan shalat sunah sebelum Jum'at. Kedua hal ini benar. Dalam kondisi shalat dijamak shalat sunah dimaafkan, hal ini benar. Benar juga bahwa shalat sunah sebelum Jum'at yang biasa Rasul Karim saw. kerjakan, saya mengerjakannya dalam safar tersebut. Dan sekarang juga saya mengerjakannya. Sebabnya adalah shalat-shalat nafal yang dikerjakan sebelum shalat Jum'at, sebenarnya Rasul Karim saw. mengerjakannya untuk menghormati Jum'at. Saat safar boleh mengerjakan shalat Jum'at dan boleh juga meninggalkannya. Saya telah melihat Hz. Masih Mau'ud as. Mengerjakan shalat Jum'at dalam safar juga melihat beliau meninggalkannya. Suatu kali Hz. Masih Mau'ud as. Pergi ke Gurdaspur untuk suatu persidangan. Beliau bersabda, "Hari in tidak akan diadakan shalat Jum'at sebab kita sedang safar."
Seorang sahabat yang sifatnya terus terang datang ke hadapan beliau dan berkata, "Saya mendengar tuan bersabda kalau hari ini tidak akan nada shalat Jum'at"
Hz. Khalifatul Masih awal kebetulan hari-hari iru ada di Gurdaspur. Tapi hari itu beliau pergi ke Qadian untuk suatu urusan. Sahabat tersebut berpikir bahwa mungkin beliau memberi petunjuk bahwa shalat jumat tidak akan dilaksanakan karena Maulwi sahib (khalifah awal) tidak ada di sini. Karena itu dia berkata, "Tuan, saya bisa mengimami shalat Jum'at." Beliau bersabda, "Ya tentu kamu bisa. Tapi kita kan sedang safar." sahabat tersebut berkata, "Tuan, saya bisa menjadi imam shalat Jum'at dengan baik, dan saya juga sudah sering menjadi imam shalat Jum'at." Ketika beliau melihat bahwa sahabat tersebut sangat ingin mengimami shalat Jum'at, beliau bersabda, "Baiklah, hari ini akan diadakan shalat Jum'at." Jadi saya melihat Hz. Masih Mau'ud as. Mengerjakan shalat Jum'at dalam safar dan meninggalkannya juga. Ketika mengerjakan shalat Jum'at dalam safar, saya selalu mengerjakan shalat sunah qabliyah. Pendapat saya adalah itu hendaknya dikerjakan sebab itu berbeda dengan (sunah) yang umum. Itu adalah sebagai penghormatan kepada Jum'at. { Al-Fazl 24 Januari 1942 dan 16 Oktober 1946}
Jadi shalat Jum'at dapat dilakukan di semua tempat. Baik dalam kondisi safar maupun mukim. Untuk itu tidak perlu syarat ada kota maupun sedang mukim. Hanya satu syarat untuk diizinkan shalat Jum'at yakni keamanan dan perdamaian serta pengaturan dan penjagaan bisa dilakukan. Terdapat pengaturan yang baik untuk orang-orang yang berkumpul dan berinteraksi, supaya tidak timbul bahaya kekacauan disebabkan banyaknya orang yang berkumpul.
Tapi ada satu hal yang penting yakni shalat Jum'at hanya wajib ketika orang mukim, sehat, keadaan aman, dan orang bisa berkumpul sejumlah yang diperlukan untuk shalat Jum'at. Jika tidak, jika kondisinya sebaliknya, bisa melaksanakan shalat Dzuhur sebagai ganti shalat Jum'at.
Arti wajibnya shalat Jum'at adalah shalat Jum'at itu perlu. Dan tidak boleh shalat Dzuhur sebagai gantiya. terdapat dalam riwayat Baihaqi bahwa gubernur Bahrain menulis surat kepada Hz. Umar ra., "untuk datang ke shalat Jum'at ada syarat satu tempat tertentu, seperti kota, desa, dan lain-lain atau tidak?" atas hal itu beliau menulis kepada gubernur tersebut. "Dimanapun anda berada, di sana anda bisa mengerjakan shalat Jum'at." Yakni untuk itu tidak ada syarat safar atau mukim. Bunyi hadistnya adalah sebagai berikut :
Begitu juga dalam Baihaqi, kitab Jum'at terdapat riwayat :
Jelaslah bahwa dengan adanya jawaban tersebut tidak ada gunanya memperdebatkan apakah batasan-batasan kota, dan apa sekelilingnya. {Sunan Al-Kubra Baihaqi hal. 179}
Petunjuk mengenai shalat Jum'at bagi pasukan yang sedang bergerak adalah; Jika tentara bersama pemimpin pasukan berkemah di suatu tempat yang termasuk wilayah hukum suatu desa atau kota dan di sana bisa dilaksanakan shalat Jum'at, maka disana hendaknya pasukan juga melaksanakan shalat Jum'at. Jika tidak, maka tidak perlu. Ibrahim Nakh'i Berkata :
{Fiqih Ahmadiyah, Malik Saifur Rahman-Nazim Darul Ifta Rabwah, Hal 166-168}
PAM-Mubarak
Hz. Khalifatul Masih kedua bersabda :
"diantara teman-teman ada perbedaan bahwa ada fatwa Hz. Masih Mau'ud as. bahwa jika shalat-shalat dijamak maka shalat sunah awal, akhir, dan pertengahan dibebaskan. Tidak diragukan lagi bahwa ketika shalat Dzuhur atau Ashar dijamak, maka shalat sunah pertengahan dimaafkan. Atau jika shalat Maghrib dan Isya' dijamak maka shalat sunah pertengahan dan akhir dimaafkan. Tapi yang dipertentangkan adalah, seorang teman menjelaskan bahwa dalam suatu perjalanan dia beserta dengan saya. Saya mengimami dan menjamak shalat Jum'at dan Ashar, dan saya mengerjakan shalat sunah sebelum Jum'at. Kedua hal ini benar. Dalam kondisi shalat dijamak shalat sunah dimaafkan, hal ini benar. Benar juga bahwa shalat sunah sebelum Jum'at yang biasa Rasul Karim saw. kerjakan, saya mengerjakannya dalam safar tersebut. Dan sekarang juga saya mengerjakannya. Sebabnya adalah shalat-shalat nafal yang dikerjakan sebelum shalat Jum'at, sebenarnya Rasul Karim saw. mengerjakannya untuk menghormati Jum'at. Saat safar boleh mengerjakan shalat Jum'at dan boleh juga meninggalkannya. Saya telah melihat Hz. Masih Mau'ud as. Mengerjakan shalat Jum'at dalam safar juga melihat beliau meninggalkannya. Suatu kali Hz. Masih Mau'ud as. Pergi ke Gurdaspur untuk suatu persidangan. Beliau bersabda, "Hari in tidak akan diadakan shalat Jum'at sebab kita sedang safar."
Seorang sahabat yang sifatnya terus terang datang ke hadapan beliau dan berkata, "Saya mendengar tuan bersabda kalau hari ini tidak akan nada shalat Jum'at"
Hz. Khalifatul Masih awal kebetulan hari-hari iru ada di Gurdaspur. Tapi hari itu beliau pergi ke Qadian untuk suatu urusan. Sahabat tersebut berpikir bahwa mungkin beliau memberi petunjuk bahwa shalat jumat tidak akan dilaksanakan karena Maulwi sahib (khalifah awal) tidak ada di sini. Karena itu dia berkata, "Tuan, saya bisa mengimami shalat Jum'at." Beliau bersabda, "Ya tentu kamu bisa. Tapi kita kan sedang safar." sahabat tersebut berkata, "Tuan, saya bisa menjadi imam shalat Jum'at dengan baik, dan saya juga sudah sering menjadi imam shalat Jum'at." Ketika beliau melihat bahwa sahabat tersebut sangat ingin mengimami shalat Jum'at, beliau bersabda, "Baiklah, hari ini akan diadakan shalat Jum'at." Jadi saya melihat Hz. Masih Mau'ud as. Mengerjakan shalat Jum'at dalam safar dan meninggalkannya juga. Ketika mengerjakan shalat Jum'at dalam safar, saya selalu mengerjakan shalat sunah qabliyah. Pendapat saya adalah itu hendaknya dikerjakan sebab itu berbeda dengan (sunah) yang umum. Itu adalah sebagai penghormatan kepada Jum'at. { Al-Fazl 24 Januari 1942 dan 16 Oktober 1946}
Jadi shalat Jum'at dapat dilakukan di semua tempat. Baik dalam kondisi safar maupun mukim. Untuk itu tidak perlu syarat ada kota maupun sedang mukim. Hanya satu syarat untuk diizinkan shalat Jum'at yakni keamanan dan perdamaian serta pengaturan dan penjagaan bisa dilakukan. Terdapat pengaturan yang baik untuk orang-orang yang berkumpul dan berinteraksi, supaya tidak timbul bahaya kekacauan disebabkan banyaknya orang yang berkumpul.
Tapi ada satu hal yang penting yakni shalat Jum'at hanya wajib ketika orang mukim, sehat, keadaan aman, dan orang bisa berkumpul sejumlah yang diperlukan untuk shalat Jum'at. Jika tidak, jika kondisinya sebaliknya, bisa melaksanakan shalat Dzuhur sebagai ganti shalat Jum'at.
Arti wajibnya shalat Jum'at adalah shalat Jum'at itu perlu. Dan tidak boleh shalat Dzuhur sebagai gantiya. terdapat dalam riwayat Baihaqi bahwa gubernur Bahrain menulis surat kepada Hz. Umar ra., "untuk datang ke shalat Jum'at ada syarat satu tempat tertentu, seperti kota, desa, dan lain-lain atau tidak?" atas hal itu beliau menulis kepada gubernur tersebut. "Dimanapun anda berada, di sana anda bisa mengerjakan shalat Jum'at." Yakni untuk itu tidak ada syarat safar atau mukim. Bunyi hadistnya adalah sebagai berikut :
اَنْ اِجْمَعُوْا حَيْثُ مَا كُنْتُمْ
Terjemah : berkumpullah dimanapun kalian berada. {Izalatul khafa hal. 97, Fiqh Umar hal 84}Begitu juga dalam Baihaqi, kitab Jum'at terdapat riwayat :
الْجُمُعَةُ وَاجِبَةٌ عَلَى كُلِّ قَرْيَةٍ وَ اِنْ لَمْ يَكُنْ فِيْهَا اِلَّا اَرْبَعَةً
Terjemah : Shalat Jum'at wajib atas setiap kota walaupun tidak ada di dalamnya kecuali 4 orang.Jelaslah bahwa dengan adanya jawaban tersebut tidak ada gunanya memperdebatkan apakah batasan-batasan kota, dan apa sekelilingnya. {Sunan Al-Kubra Baihaqi hal. 179}
Petunjuk mengenai shalat Jum'at bagi pasukan yang sedang bergerak adalah; Jika tentara bersama pemimpin pasukan berkemah di suatu tempat yang termasuk wilayah hukum suatu desa atau kota dan di sana bisa dilaksanakan shalat Jum'at, maka disana hendaknya pasukan juga melaksanakan shalat Jum'at. Jika tidak, maka tidak perlu. Ibrahim Nakh'i Berkata :
كَانُوْا لَا يَجْمَعُوْنَ فِى الْاَسَاكِرِ
Terjemah : Pasukan tidak perlu berkumpul (untuk shalat Jum'at) {Aujuzul Masalik syarah Al Muwaththa imam Malik hal 352}{Fiqih Ahmadiyah, Malik Saifur Rahman-Nazim Darul Ifta Rabwah, Hal 166-168}
PAM-Mubarak
0 comments:
Posting Komentar